Profil

umber:Wikipedia

Bendara Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan nama Diponegoro, lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November1785 – meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasionalRepublik Indonesia. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830) melawan pemerintah Hindia Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.

Ø  Asal usul Diponegoro

Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Sultan Hamengkubuwana III, raja ketiga di Kesultanan Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dengan nama Mustahar dari seorang selir bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seoranggarwa ampeyan (istri selir) yang berasal dari Pacitan. Semasa kecilnya, Pangeran Diponegoro bernama Bendara Raden Mas Antawirya.
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro setidaknya menikah dengan 9 wanita dalam hidupnya, yaitu:
·         B.R.A. Retna Madubrangta puteri kedua Kyai Gedhe Dhadhapan;
·         R.A. Supadmi yang kemudian diberi nama R.A. Retnakusuma, putri Raden Tumenggung Natawijaya III, Bupati Panolan, Jipang;
·         R.A. Retnadewati seorang putri Kyai di wilayah Selatan Jogjakarta;
·         R.Ay. Citrawati, puteri Raden Tumenggung Rangga Parwirasentika dengan salah satu isteri selir;
·         R.A. Maduretno, putri Raden Rangga Prawiradirjo III dengan Ratu Maduretna (putri HB II), jadi R.A Maduretna saudara seayah dengan Sentot Prawiradirdja, tetapi lain ibu;
·         R.Ay. Ratnaningsih putri Raden Tumenggung Sumaprawira, bupati Jipang Kepadhangan;
·         R.A. Retnakumala putri Kyahi Guru Kasongan;
·         R.Ay. Ratnaningrum putri Pangeran Penengah atau Dipawiyana II.
·         Syarifah Fathimah Wajo putri Datuk Husain (Wanita dari Wajo, Makassar), makamnya ada di Makassar. Syarifah Fathimah ini nasab lengkapnya adalah Syarifah Fathimah Wajo binti Datuk Husain bin Datuk Ahmad bin Datuk Abdullah bin Datuk Thahir bin Datuk Thayyib bin Datuk Ibrahim bin Datuk Qasim bin Datuk Muhammad bin Datuk Nakhoda Ali bin Husain Jamaluddin Asghar bin Husain Jamaluddin Akbar.
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari Sultan Hamengkubuwana I, Gusti Kangjeng Ratu Tegalrejo, daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Sultan Hamengkubuwana V (1822).

Ø  Periode-periode penting


Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock tanggal 28 Maret 1830 yang mengakhiri Perang Diponegoro (1825-1830), karya Nicolaas Pieneman.
·         20 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Kabupaten Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kangjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.
·         28 Maret 1830 Dipanegara menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Dipanegara agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Dipanegara. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Dipanegara ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
·         11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh putranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewa. Ki Sodewa melakukan peperangan di wilayah Kulonprogo dan Bagelen.














Oval: PROFIL GURU
 

  


SEORANG GURU CANTIK MENGAJAR DENGAN CARA PENDEKATAN SEPERTI DENGAN SAHABAT
Dewi Astutik
Ibu Dewi Astutik Lahir pada Tanggal 17 September 1980.Beliau adalah anak dari pasangan suami istri Bapak Sutikno dan Ibu Turiyah,anak ke pertama dari 3 bersaudara.Beliau adalah istri dari Bapak Mahendro Nugroho dan Ibu dari Novandita Carissa Aulia Putri.Beliau menjadi  seorang gurusejak tahun 2010 sampai sekarang. sebenarnya sebelum Bu Dewi Astutik menjadi seorang guru ia bekerja di Sebuah Perusahaan menjadi pegawaiAdministrasi.beliau menempuh pendidikan kuliah 3 kali,  2  kali di Jogya dari tahun 1998-2003 menempuhpendidikan di STMIK dan AMIKOM , Itu semua belum cukup dengan keistimewaan yang di miliki beliau,beliau pun ingin terus mencari ilmu dengan Berkuliah kembali pada tahun 2007-2009 mengambil kuliah lagi di  IKIP  Veteran Semarang jurusan BK dan lulus  IKIP.Pengalaman yang paling mengesankan adalah waktu pertama kali beliau mengajar  di SMK dan pada saat itu semua muridnya adalah laki-laki. Dan di sela-sela wawancara TEAM MARGINES beliau berkata bahwa tujuannya menjadi seorang guru adalah ingin berbagi ilmu yang di miliki kepada anak didiknya dan ingin menjadi panutan bagi anak didiknya. Pesan-pesan dari beliau untuk anak didiknya adalah apa yang di dapat di sekolah di manfaatkan sebaik-baiknya untuk bekal kehidupan,dan mempelajari serta menggunakan akhlaq yang baik karena itu sangat penting. Beliaupun berkata”Saya ingin suatu saat memberikan bekal dunia kerja untuk anak didik saya agar suatu saat, saat meraka sudah terjun kedunia kerja mereka sudah mampu  dan menguasai perkejaannya.
Itulah profil dari guru kita.Guru Produktif,yang setiap hari menjadi panutan dan motivasi bagi kita






EDISI 6
































Pangeran Antasari

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/c/c8/Pangeran_Antasari_Museum_Lambung_Mangkurat.JPG/220px-Pangeran_Antasari_Museum_Lambung_Mangkurat.JPG
Lukisan Pangeran Antasari menurut Perda Kalsel
Masa kekuasaan
Pendahulu
Pengganti
Pasangan
Ratu Antasari
Nyai Fatimah
Wangsa
Ayah
Pangeran Masud bin Pangeran Amir
Ibu
Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman
Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797[1][2] atau 1809[3][4][5][6] – meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Ia adalah Sultan Banjar.[7] Pada 14 Maret 1862, dia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.[8]

Silsilah

Semasa muda nama dia adalah Gusti Inu Kartapati.[9] Ibu Pangeran Antasari adalah Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir. Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Ia diusir oleh walinya sendiri, Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda memaklumkan dirinya sebagai Sultan Tahmidullah II[10][11][12] Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri.[13] Pangeran Antasari mempunyai adik perempuan yang bernama Ratu Antasari alias Ratu Sultan Abdul Rahman yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam tetapi meninggal lebih dulu setelah melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.

Pewaris Kerajaan Banjar

Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, dia juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito.
Setelah Sultan Hidayatullah ditipu belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari.[14] Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:
Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!
Seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi "Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi.[2]
Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.

Perlawanan terhadap Belanda

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/43/1._ZM_Stoomschip_Celebes_in_gevecht_met_een_Kota_Mara_6_aug_1859_Poeloe_Kananat_opgenomen.jpg/300px-1._ZM_Stoomschip_Celebes_in_gevecht_met_een_Kota_Mara_6_aug_1859_Poeloe_Kananat_opgenomen.jpg
Lanting Kotamara semacam panser terapung di sungai Barito dalam pertempuran dengan Kapal Celebes dekat pulau Kanamit, Barito Utara
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.[15]
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun dia tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...
Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini.[16] Orang-orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:[17]
  1. Antasari dengan anak-anaknya
  2. Demang Lehman
  3. Amin Oellah
  4. Soero Patty dengan anak-anaknya
  5. Kiai Djaya Lalana
  6. Goseti Kassan dengan anak-anaknya

Meninggal dunia

Monumen Perang Banjar yang dibangun pemerintah Hindia Belanda untuk mengenang tentaranya yang tewas.
Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, dia terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan.[18] Perjuangannya dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Muhammad Seman.[19]
Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari. Yang masih utuh adalah tulang tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambut. Kemudian kerangka ini dimakamkan kembali Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968.[20] Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan P. Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000

                                       PROFIL TELADAN




Pak Yudi Ardianto adalah seorang guru matematika yang sangat sabar dalam meghadapi murid-muridnya.
Beliau Lahir di Jepara, 23 juni 1984. Alamat di Desa Tulakan Rt 02/07. Putra dari Bapak Rajimin dan ibu dari siti Sutaryati, Beliau anak ke 2 dari 3 bersaudara dan memiliki kakak yang bernama Heni Aristyo wati, adik laki-laki Iskandar.
Pak Yudi mengajar di beberapa sekolah
1.      SD Tunahan I, pada tahun 1996
2.      SMP N I Keling, pada tahun 1999
3.      SMAN I Bangsri, pada tahun 2002

Beliau lulus dari PGRI Semarang pada tahun 2006. Dan menikah pada tahun 2008 sekarang beliau sudah mempunyai seorang anak 1 usianya 6 thn.
Awalnya beliau mempunyai cita-cita sebagai Arsitek tapi karena bapaknya seorang guru maka pak yudi di sekolahkan oleh orang tuanya di pendidikan.
Pak Yudi cara mengajarnya berbeda dengan guru-guru yang lain, yang di suka dari pak yudi adalah orangnya sabar,  kalau mengajar di seling dengan bercanda atau pertanya-pertanya yang lucu biar tidak jenuh.
Beliau berpesan kepada murid-muridnya agar selalu rajin belajar dan jangan sampai lupa belajar Agama.
Selama  beliau mengajar di SMKT Darul Ulum ada perbedaan tersendiri karena siswa lebih punya rasa hormat yg tinggi.

Biografi KH Hasyim Asy’ari Pendiri NU Tebuireng Jombang                                              

                                                                                                                Sumber:Admin                                               

Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy’ari, bagian belakangnya juga sering dieja Asy’ari atau Ashari, lahir 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H) dan wafat pada 25 Juli 1947; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang, adalah pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                               


Riwayat Keluarga    
KH Hasyim Asy’ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim.
Pendidikan
Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan, Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.
Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal.
Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi. Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.
Peran Beliau dalam Kemerdekaan Indonesia
Perjuangan dan Penjajahan Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu, keberadaan Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kyai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kyai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya.
Namun sempat juga Kyai Hasyim mencicipi penjara 3 bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kyai Hasyim. Mungkin, karena sikapnya tidak kooperatif dengan penjajah. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama Kyainya itu.
Masa awal perjuangan Kyai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng, Jombang pun tak luput dari sasaran represif Belanda.
Pada tahun 1913 M., intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menangkap Kyai Hasyim dengan tuduhan pembunuhan.
Dalam pemeriksaan, Kyai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis. Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum.
Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga masa-masa revolusi fisik Tahun 1940an.
Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang. Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim.
Salah satu perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syaikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kyai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang.
Kyai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kyai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya. Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kyai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan.
Setelah penahanan Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng, Jombang vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kyai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.
Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kyai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kyai dan santri. Selain itu, pembebasan Kyai Hasyim juga berkat usaha dari KH Wahid Hasyim dan KH Abdul Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.
Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari berbagai faham. Kyai Hasyim diangkat sebagai Ro’is ‘Am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947.
Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kyai Hasyim.
Kisah Teladan Beliau
Kesan Akhlak dan Kecerdasan:
Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Cholil Bangkalan, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini populer dipanggil.
Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”
Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.
Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.
Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga KH Cholil Bangkalan adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.
Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.
Sedangkan Kyai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits. Setiap Ramadhan Kyai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam.
Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri, KH Cholil Bangkalan. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim. Setelah lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas. KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH R As’ad Syamsul Arifin, KH Wahid Hasyim (anaknya) dan KH Achmad Shiddiq adalah beberapa ulama terkenal yang pernah menjadi santri Kyai Hasyim.
Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kyai Hasyim.
  EDISI 9




Jendral Sudirman
Sumber:Wikipedia










Siapa yang tidak kenal dengan sosok pahlawan yang merupakan jenderal besar dengan yang berjuang maksimal meski dalam keadaan sakit. Adalah Jenderal Besar Raden Soedirman (EYD: Sudirman; lahir 24 Januari 1916), seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Menjadi panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia secara luas terus dihormati di Indonesia.
Sudirman lahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi. Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah.Saat di sekolah menengah,Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi, dan dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam. Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah; ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada
1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai koman dan batalion di Banyumas.Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor.
Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno.Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat.
Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. . Sambil menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember.
Paska Perang dan Kematian
Pada awal Agustus, Soedirman mendekati Soekarno dan memintanya untuk melanjutkan perang gerilya; Soedirman tidak percaya bahwa Belanda akan mematuhi Perjanjian Roem-Royen, belajar dari kegagalan perjanjian sebelumnya. Soekarno tidak setuju, yang menjadi pukulan bagi Soedirman. Soedirman menyalahkan ketidak-konsistenan pemerintah sebagai penyebab penyakit tuberkulosisnya dan kematian Oerip pada 1948, ia mengancam akan mengundurkan diri dari jabatannya, namun Soekarno juga mengancam akan melakukan hal yang sama. Setelah ia berpikir bahwa pengunduran dirinya akan menyebabkan ketidakstabilan,Soedirman tetap menjabat, dan gencatan senjata di seluruh jawa mulai diberlakukan pada tanggal 11 Agustus 1949.
Dalam perjuangannya melawan penyakit TBC yang dideritanya, Soedirman melakukan pemeriksaan di Panti Rapih. Ia menginap di Panti Rapih menjelang akhir tahun, dan keluar pada bulan Oktober; ia lalu dipindahkan ke sebuah sanatorium di dekat Pakem. Akibat penyakitnya ini, Soedirman jarang tampil di depan publik. Ia dipindahkan ke sebuah rumah di Magelang pada bulan Desember. Di saat yang bersamaan, pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan konferensi panjang selama beberapa bulan yang berakhir dengan pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949. Meskipun sedang sakit, Soedirman saat itu juga diangkat sebagai panglima besar TNI di negara baru bernama Republik Indonesia Serikat.pada 28 desember Jakarta dijadikan kembali sebagai ibu kota Negara.
Pada tanggal 29 Januari 1950 pukul 18.30 Soedirman wafat di Magelang; kabar duka ini dilaporkan dalam  sebuah siaran khusus di RRI.
. Setelah berita kematiannya disiarkan, rumah keluarga Soedirman dipadati oleh para pelayat, termasuk semua anggota Brigade ke-9 yang bertugas di lingkungan tersebut. Keesokan harinya, jenazah Soedirman dibawa ke Yogyakarta, diiringi oleh konvoi pemakaman yang dipimpin oleh empat tank dan delapan puluh kendaraan bermotor, dan ribuan warga yang berdiri di sisi jalan.
Pada pada sore harinya jenazah Soedirman disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman, yang dihadiri oleh sejumlah elit militer dan politik Indonesia maupun asing, termasuk Perdana Menteri Abdul Halim, Menteri Pertahanan Hamengkubuwono IX, Menteri Kesehatan Johannes Leimena, Menteri Keadilan Abdoel Gaffar Pringgodigdo, Menteri Informasi Arnold Mononutu, Kepala Staff TNI AU Soerjadi Soerjadarma, Kolonel Paku Alam VIII, dan Soeharto. Upacara ini ditutup dengan prosesi hormat 24 senjata. Jenazah Soedirman kemudian dibawa ke Taman Makam Pahlawan Semaki dengan berjalan kaki, sementara kerumunan pelayat sepanjang 2 kilometer (1.2 mil) mengiringi di belakang.
Peninggalan
Setelah kematian Soedirman banyak yang terkenang tentang kepahlawanannya, diantaranya: Surat kabar harian Yogyakarta, Kedaulatan Rakjat, menulis bahwa Indonesia telah kehilangan seorang "pahlawan yang jujur dan pemberani."dan masih banyak lagi peninggalan-peninggalannya.
Soedirman telah menerima berbagai tanda kehormatan dari pemerintah pusat secara anumerta, termasuk Bintang Sakti, Bintang Gerilya, Bintang Mahaputra Adipurna, Bintang Mahaputra Pratama, Bintang Republik Indonesia Adipurna, dan bintang republic Indonesia Adipradana.
Pada 10 Desember 1964, Soedirman ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 314 Tahun 1964. Oerip juga dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional oleh keputusan yang sama. Soedirman dipromosikan menjadi Jenderal Besar pada tahun 1997.  (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

PROFIL TELADAN


Muhammad Imam Syadzali M.Ag




 
           Siapa yang tidak mengenal sosok Guru sekaligus Ustad yang patut kita teladani.beliau adalah  Muhammad imam syandzali M.Ag.yang juga sering di panggil ustad syandzali lahir di jepara 7 februari 1995 belau tinggal di Desa Bandungharjo Rw 04/ Rt 01 Donorojo jepara. Beliau adalah salah seorang guru dan juga ustad yang merupakan pendiri pondok mansajul ulum Bandungharjo.
 Beliau adalah putra keempat dari lima bersaudara . ayahnya bernama Ali murtadlo dan ibunya bernama Saudah.Belau mempunya istri  bernama Durrorum muniroh dan memiliki 7 anak yaitu : Anak pertama yaitu M.labib, yang kedua yaitu Mimin labiqhotin, Yang ke tiga yaitu  Ufi binimatika, yang ke empat M.ulyan shobi, yang kelima yaitu  M.badha mukharrom,yang ke enam yaitu M.khulal nashi’ zam-zami,dan yang terakhir adalah  Vina kamalatul khija.
Riwayat Pendidikan Dan Hidup
            Pendidikan beliau dari madrasah ibtidaiyyah (MI) tepatnya di MI 01 Bandungharjo pada tahun 1969 dan melanjutkan ke MTs.yaitu tepatnya di madrasah miftahul huda tayu tahun 1972. Dan melanjutkan madrasah aliyah miftahul huda tayu pada tahun 1975
setelah lulus dari MA miftahul huda tayu beliau melanjutkan kuliyah S1 di setia agama jakarta jurusan pendidikan dan melanjutkan kuliyah S2 di Universitas muhammaddiyah  solo surakarta dan beliau mondok mulai tahun 1975 -1980 di pondok mansajul ulum kajen .
            Dimasa Ustad Syandzali mondok, Pengalaman yang tidak bisa beliau lupakan adalah pernah diuji makan satu hari 1x beliau tidak pernah mengeluh karna menurut beliau  itu rizki dari Allah . selama dipondok beliau bertahan hidup dengan usaha sendiri tanpa ada biaya sepeserpun dari rumah . beliau begitu semangat untuk mencari ilmu . cobaan demi cobaan beliau hadapi dengan tabah demi mencari ilmu dan dari usahanya itu beliau sekarang menjadi sosok seorang ustad dan guru . sekarang beliau mengajar di MA darul ulum kalingga dan selain itu beliau juga berprofesi sebagai tani dan guru mengaji dipondok Mansajul Ulum bandungharjo.
Motivator yang beliau tiru diantaranya adalah KH. Abdullah Salam Kajen, KH. Muhammad Punduan, KH. Abdullah Rifan, KH.Arwan Kudus, KH. Abdul Khamd Pasuruan dan Masng Banyak lagi motivator beliau.
            Tujuan beliau menjadi seorang guru adalah untuk mengamalkan ilmu ,menyebarkan ilmu pengetahuan,mencari ridho Allah , dan mengikuti jejak nabi dan ulama untuk mengembangkan agama Allah supaya agama islam hidup didunia/dapat berkembang.
            Dalam menyampaikan materi beliau mempunyai cara sendiri yaitu dengan berceramah ,diskusi,tanya jawab dll.
Dalam hidupnya beliau mempunyai cita-cita yang sampai sekarang belum kesampaian yaitu khusnul khotimah .
beliau mempunyai prinsip yang dipegang sebagai pedomannya prinsip tersebut adalah“taat kepada Allah dan rosulnya,mengembangkan Agama islam dengan baik dan benar sesuai tuntutan agama”.
            Tujuan hidup beliau sekarang dan dimasa depan adalah “mengamalkan ilmu,menyebarkan ilmu pengetahuan,mencari ridho Allah,dan menjadikan anak-anak muslim menjadi sholeh sholihah “.
            Sikap yang beliau tanamkan adalah sikap disiplin,jujur,dan amanah .beliau juga berpesan kepada anak didiknya supaya menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah , mengamalkan ilmunya , dan juga berjuang untuk menegakkan agama Allah menurut ahlusunnah waljama’ah.

EDISI 10



Profil Nasional
Sumber :wikipedia
Martha Christina Tiahahu



Martha Christina Tiahahu adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut yang lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 ikut serta melawan penjajah Belanda waktu berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan belanda.
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.

Martha yang masih gadis selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur sejak awal perjuangan. Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan
menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.
Ketika di Desa Ouw – Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua terjadi pertempuran yang sengit, tampak Martha yang begitu hebat  menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak.
Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa. Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia.
Perjuangan
Martha Christina Tiahahu merupakan anak sulung dari Kapitan Paulus Tiahahu, Dia mengikuti jejak ayahnya memimpin perlawanan di Pulau Nusalaut ketika masih berusia 17 tahun.
Pada waktu yang sama Kapitan Pattimura sedang mengangkat senjata melawan kekuasaan Belanda di Saparua. Perlawanan di Saparua menjalar ke Nusalaut dan daerah sekitarnya.
Pada waktu itu sebagian pasukan rakyat bersama para Raja dan Patih bergerak ke Saparua untuk membantu perjuangan Kapitan Pattimura sehingga tindakan Belanda yang akan mengambil alih Benteng Beverwijk luput dari perhatian.
Guru Soselissa yang memihak Belanda melakukan kontak dengan musuh mengatas-namakan rakyat menyatakan menyerah kepada Belanda. Tanggal 10 Oktober 1817 Benteng Beverwijk jatuh ke tangan Belanda tanpa perlawanan.
Sementara di Saparua pertempuran demi pertempuran terus berkobar. Karena semakin berkurangnya persediaan peluru dan mesiu pasukan rakyat mundur ke pegunungan Ulath-Ouw. Diantara pasukan itu terdapat pula Martha Christina Tiahahu beserta para Raja dan Patih dari Nusalaut. Tanggal 11 Oktober 1817 pasukan Belanda dibawah pimpinan Richemont bergerak ke Ulath, namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan rakyat.
Dengan kekuatan 100 orang prajurit, Meyer beserta Richemont kembali ke Ulath. Pertempuran berkobar kembali,korban berjatuhan di kedua belah pihak. Dalam pertempuran ini Richemont tertembak mati. Meyer dan pasukannya bertahan di tanjakan Negeri Ouw. Dari segala penjuru pasukan rakyat mengepung, sorak sorai pasukan bercakalele, teriakan yang menggigilkan memecah udara dan membuat bulu roma berdiri Di tengah keganasan pertempuran itu muncul seorang gadis remaja bercakalele menantang peluru musuh. Dia adalah putri Nusahalawano, Martha Christina Tiahahu, perempuan berambut panjang terurai ke belakang dengan sehelai kain berang (kain merah) terikat di kepala.
. Dengan mendampingi sang Ayah dan memberikan kobaran semangat kepada pasukan Nusalaut untuk menghancurkan musuh , jujur itu telah memberi semangat kepada kaum perempuan dari Ulath dan Ouw untuk turut mendampingi kaum laki-laki di medan Perang.
Baru di medan ini Belanda berhadapan dengan kaum perempuan fanatik yang turut bertempur. Pertempuran semakin sengit katika sebuah peluru pasukan rakyat mengenai leher Meyer, Vermeulen Kringer mengambil alih komando setelah Meyer diangkat ke atas kapal Eversten.Tanggal 12 Oktober 1817 Vermeulen Kringer memerintahkan serangan umum terhadap pasukan rakyat, ketika pasukan rakyat membalas serangan yang begitu hebat ini dengan lemparan batu, para Opsir Belanda menyadari bahwa persediaan peluru pasukan rakyat telah habis.Vermeulen Kringer memberi komando untuk keluar dari kubu-kubu dan kembali melancarkan serangan dengan sangkur terhunus. Pasukan rakyat mundur dan bertahan di hutan, seluruh negeri Ulath dan Ouw diratakan dengan tanah, semua yang ada dibakar dan dirampok habis-habisan.
Martha Christina dan sang Ayah serta beberapa tokoh pejuang lainnya tertangkap dan dibawa ke dalam kapal Eversten.
Di dalam kapal ini para tawanan dari Jasirah Tenggara bertemu dengan Kapitan Pattimura dan tawanan lainnya.Mereka diinterogasi oleh Buyskes dan dijatuhi hukuman. Karena masih sangat muda, Buyskes membebaskan Martaha Christina Tiahahu dari hukuman, namun sang Ayah, Kapitan Paulus Tiahahu tetap dijatuhi hukuman mati.
Mendengar keputusan tersebut, Martha Christina Tiahahu memandang sekitar pasukan Belanda dengan tatapan sayu namun kuat yang menandakan keharuan mendalam terhadap sang Ayah.
Tiba-tiba Martha Christina Tiahahu merebahkan diri di depan Buyskes memohonkan ampun bagi sang ayah yang sudah tua, namun semua itu sia-sia.
Tanggal 16 Oktober 1817 Martha Christina Tiahahu beserta sang Ayah dibawa ke Nusalaut dan ditahan di benteng Beverwijk sambil menunggu pelaksanaan eksekusi mati bagi ayahnya.Martha Christina Tiahahu mendampingi sang Ayah pada waktu memasuki tempat eksekusi, kemudian Martha Christina Tiahahu dibawa kembali ke dalam benteng Beverwijk dan tinggal bersama guru Soselissa. Sepeninggal ayahnya Martha Christina Tiahahu masuk ke dalam hutan dan berkeliaran seperti orang kehilangan akal. Hal ini membuat kesehatannya terganggu.
Kematian
Dalam suatu Operasi Pembersihan pada bulan Desember 1817 Martha Christina Tiahahu beserta 39 orang lainnya tertangkap dan dibawa dengan kapal Eversten ke Pulau Jawa untuk dipekerjakan secara paksa di perkebunan kopi. Selama di atas kapal ini kondisi kesehatan Martha Christina Tiahahu semakin memburuk.
ia menolak makan dan pengobatan.
Akhirnya pada tanggal 2 Januari 1818, selepas Tanjung Alang, Martha Christina Tiahahu menghembuskan nafas yang terakhir. Jenazah Martha Christina Tiahahu disemayamkan dengan penghormatan militer ke Laut Banda. Martha Christina Tiahahu meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969, Martha Christina Tiahahu secara resmi diakui sebagai Pahlawan Nasional. Berkat pengorbanannya tersebut, pemerintah Maluku membuat monumen untuk mengenang jasa Martha Christina






Profil Teladan


Puput Pujiani





Puput pujiani  adalah seorang gadis yang cerdas dan Tangguh yang tinggal di Desa Jeruk Wangi Rt 01/Rw 10 Bangsri Jepara. Beliau adalah seorang pembing Siswa-siswi Jurusan Tehnik Komputer & Jaringan, sekaligus pengelola Laboratorum Komputer. Beliau lahir di jepara,8 Oktober 1996. Puput pujani adalah anak kedua dari  2 bersaudara.
Riwayat Pendidikan dan hidup
Pedidikan Puput Pujiani dari Tk yaitu di Tk Tarbiyatul Athfal 3 Jerukwangi, dan melanjutkan sekolah Dasar di SDN 04 Jerukwangi,dan melanjutkan  sekolah  menengah pertama tepatnya di SMPN 3 Kembang,setelah Lulus dari SMP melanjutkan sekolah di SMKT Darul Ulum .
Setelah lulus dari SMKT Darul Ulum beliau ingin melanjutkan Kuliahnya. beliau mendaftar di berbagai cabang Universitas yaitu  di UNNES dengan mengambil jurusan PTIK (Pendidikan Teknologi Informasi Komputer), di UNIVERSITAS 11 Maret Solo mengambil jurusan PTIK, dan UNY PTI.
tetapi saat pengumuman hasil tes seleks sayangnya, beliau gagal dalam tes seleksi .tetapi beliau tangguh dan kuat dalam  menghadapi kegagalan ini, itu semua di tunggu sampai 2 tahun.. beliau tetap semangat dan berusaha terus demi meraih cita-cita dan  membahagiakan kedua orang tuanya. beliau sangat sedih. dan kegagalan itu dijadikan pelecut untuk lebih giat belajar lagi.
Sekarang,beliau  rencananya  ingin mendaftar di UIN Walisongo dan UIN Sunan Kalijaga dan mengambil jurusan Matematika.Alasan beliau mengambl jurusan Matematikan dan walaupun sebelumnya mendaftar mengambil jurusan PTIK karena kemarin dilihat banyak peluang dari pada rodi yang lain yaitu 7% dalam jurusan Matematika dan juga beliau  suka pelajaran  matematikan  dan  punya skil dalam pelajaran Matematika.
Pengalaman Hidup itu pasti ada yang susah dan senang.pengalaman  beliau ketika SMP pernah mengajar Les privat untuk keponakannya sendri dan itu bisa membawa perubahan,dan 1 minggu dibayar 20 Ribu,dan juga waktu SMP kelas 3 waktu berangkat sekolah bareng dengan temennya tetapi kelas 2.waktu pulang beliau ditinggal pulang dan waktu itu beliau jalan kaki sampai rumah dengan jarak 1,5 Kilo.dan juga pengalaman yang sangat menyadihkan adalah ketika beliau gagal Tes SBMPTN dan SNMPTN dalam kurun waktu 2 tahun.
Pada waktu masih sekolah SMP pengalaman yang paling menarik menurut beliau adalah mempunyai Guru B.Inggris.dan Guru B.Inggris itu sekaligus Wali kelasnya.Hal yang paling di suka dari guru itu karena sikapnya yang Friendly terhadap muridnya.Guru itu bernama Pak Yuli Trisnawan. kata yang tidak bisa dilupakan dari Pak Yuli Trisnawan yang menurut Puput Pujani itu sangat berkesan adalah,
“ Bercita-citalah Setinggi mungkin. kalo tidak mencapai puncak setingg-tinggnya,itu setidaknya kamu berada diatas orang yang cita-citanya pendek.ibarat Tower dengan pohon papaya.Kalo kamu memanjat Tower dan memanjat pepaya kamu lebih mudah mencapai pucuk yang memanjat pohon pepaya, dan kalo kamu memanjat Tower tetapi kamu tidak bisa mencapai Puncaknya setidaknya kamu berada di tengah-tengah Tower yang Ketinggiannya di atas pohon pepaya”.
Dalam  pekerjaan  mengelola Laboratorum Komputer,hal yang sangat dinginkan dari hati beliau untuk Fasilitas Laboratorium adalah ingin dipasang Komputer yang spesifikasinya tinggi, dan Lab. TKJ dbagi menjadi 2 bagian yaitu Untuk praktek Software sendiri dan  Untuk Hardware Sendiri (Perakitan).
Dalam Hidupnya Pasti Punya Prinsip dan Tujuan Hdup,Tujuan hidup beliau adalah membahagiakan Orang tua,bermanfaat untuk semua orang tetapi tidak untuk dimanfaatkan,dan Beribadah kepada Allah Swt.Prinsip Beliau adalah “No Pain No Again” yang maksudnya “Tak ada Keberhasilan Tanpa Usaha”


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar